Hijau, agak pedas, pasta, sushi. Kata-kata itulah yang paling cocok menggambarkan apakah wasabi itu. Pertama kali ‘bertemu’ wasabi adalah pada saat aku memakan sushi. Pada saat awal mencoba, seorang temanku sudah me-warning untuk jangan memakannya terlalu banyak karena rasanya yang pedas, tapi pada saat aku merasakannya aku masih tetap merasa bahwa wasabi ini tidak sepedas yang aku bayangkan. Ya … mungkin karena sudah terbiasa mengkonsumsi cabe yang lebih pedas
Setelah sering kali aku memakan wasabi (with sushi of course), aku akhirnya merasa penasaran apa sih sebetulnya wasabi itu. Terbuat dari apakah dia? apakah warna hijau itu alami atau pewarna? dan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku browsing kesana kemari berusaha mencari keterangan tentang wasabi ini dalam bahasa Inggris atau Indonesia (karena pas googling kebanyakan yang muncul page dalam bahasa Jepang).
Ternyata wasabi ini adalah pasta yang pada awalnya dibuat dari tumbuhan dengan nama yang sama (red = tumbuhan wasabi), yang termasuk dalam jenis tumbuhan kubis-kubisan (cabbage family atau Brassicaceae). Uniknya, yang kemudian diolah menjadi pasta bukan daunnya tetapi malah akar rimpang/ rizoma-nya. Karena pembudidayaannya yang cukup sulit (hanya hidup di aliran air yang bersih dan sejuk bersuhu 10-17℃) dan hanya bisa dipanen dalam waktu 3- 4 tahun, harga wasabi ini sangat mahal. Bahkan, agak kebutuhan wasabi masyarakatnya terpenuhi, Jepang mengimpor sejumlah besar wasabi dari daratan Tiongkok, Taiwan, dan Selandia Baru.
Walaupun cukup menyengat, aroma wasabi sendiri cepat hilang di udara karena itu biasanya wasabi dihidangkan seperlunya saja. Mitos yang berkembang di Jepang, agar aroma wasabi tidak hilang dan rasanya lebih enak maka akar rizoma sebaiknya diparut dengan parutan tradisional yang terbuat dari ikan hiu. Senyawa menyengat dalam wasabi ini ternyata mempunyai kandungan antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga sangat cocok digunakan sebagai teman makan irisan ikan segar dalam sushi.
Karena rizoma yang harganya mahal dan metode pengawetan yang sulit inilah akhirnya berkembanglah wasabi imitasi yang disebut dengan western wasabi. Wasabi imitasi ini hanya mengandung kurang dari 50% akar rizoma asli yang dicampur dengan bahan pengganti semacam lobak yang disebut horseradish dan ditambah dengan bermacam-macam campuran termasuk juga bahan pewarna makanan. Dan tentunya bisa ditebak, wasabi tiruan inilah yang ternyata biasanya dihidangkan di restoran sushi yang biasa kita konsumsi.
0 komentar:
Posting Komentar